MADINATULIMAN.COM - Sejak tahun 1990-an, sejumlah masjid di Indonesia mulai disatroni kelompok-kelompok dakwah yang dipengaruhi oleh poros ideologi yang asing bagi bangsa Indonesia yang majemuk. Kelompok ini terus saja mengganggu kestabilan umat dengan mempersoalkan tradisi keagamaan ahlusunnah wal jamaah yang sudah mengakar di masyarakat seperti tahlilan, maulib nabi, barzanji, ziarah kubur dan tradisi lainnya.
Demikian dikatakan Ketua PB Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siradj saat membuka acara rapat pimpinan nasional Lembaga Ta’mir Masjid (LTM) NU Regional II Sumatera di Aula BLPP Balai Pertanian Cengkeh, Lubukkilangan, kemarin (30/6).
Rapimnas ini mengambil tema “Wujudkan Masjid sebagai Pusat Peradaban Umat dan Benteng Pertahanan NU-NKRI”. Rapimnas ini mulai digelar pukul 10.00 dan dihadiri pengurus LTMNU regional II Sumatera yang terdiri dari Sumbar, Riau, Jambi dan Kepri.
Menurut Said, pengaruh poros-poros ideologi yang asing bagi masyarakat Indonesia itu harus dicegah masuk lebih jauh ke masyarakat. Sebab, mereka yang menganut ideologi tersebut ada yang berani menggugat eksistensi NKRI. NU sendiri saat perang kemerdekaan sempat mengeluarkan resolusi jihad.
NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dan dunia yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah harus membentengi umat Islam dan masjid umat Islam dari poros ideologi yang meresahkan itu. Ke depan, masjid bukan lagi sekadar tempat ibadah, tetapi pusat pemberdayaan umat dalam artian luas, yakni pendidikan, sosial, kesehatan dan ekonomi, seni dan budaya
Dalam perjalanannya, NU telah banyak mendirikan masjid di berbagai daerah di Indonesia. Menurut Ketua Lembaga Ta’mir Masjid NU (LTM) KH. Abdul Manan A Ghani, lebih dari 1,5 juta masjid di Indonesia, 70 persen merupakan kepunyaan NU.
“Sebanyak 70 persen atau sekitar 800 ribu masjid di Indonesia adalah hasil dari NU. Karena itu, harus dijaga dari infiltrasi ideologi yang tidak jelas dan bertentangan dengan kondisi Indonesia yang majemuk dan punya kearifan lokal,” ujarnya.
Untuk penguatan peran masjid sebagai pusat pemberdayaan, di setiap masjid akan didirikan kepengurusan anak ranting (KAR) NU. “Mereka inilah yang akan menjadikan masjid bukan sekadar tempat beribadah, melainkan pusat pemberdayaan umat,” ujarnya.
Sekretaris PP LTM NU, Ibnu Hazen mengatakan, menjaga masjid berarti menjaga eksistensi NU. Sebab, ada dua pilar utama yang menjadi basis perjuangan ormas Islam yang didirikan para ulama ini yakni masjid dan pesantren.
NU juga menjadi ormas yang paling mudah diterima umat Islam di seluruh Indonesia yang beraneka ragam budaya. Filosofi orang Minang, Adat Basandi Syarak dan Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) sangat relevan dengan NU. Belum lagi filosofi syarak mandaki, adat manurun makin menguatkan kesamaan Minangkabau dengan NU.
Orang Minang yang sangat kuat keislamannya tetap mengamodir dan menyesuaikan nilai-nilai adat dan budayanya dengan Islam. Begitu juga NU, adat, budaya dan seni tradisi dijadikan sebagai saluran untuk memperkenalkan dan menguatkan Islam di tengah-tengah masyarakat.
Beda dengan poros-poros ideologi yang sekarang mulai masuk yang gampang mengharamkan sesuatu dan gampang mengkafirkan orang. “Masyarakat kita harus dibentengi dari hal-hal semacam ini. Jangan sampai mereka terpengaruh karena sangat membahayakan,” ujar Said. (mg19)
0 komentar: