Senin, 02 Juli 2012

Perkuat Eksistensi Masjid dan Pesantren

MADINATULIMAN.COM - Sejak tahun 1990-an, sejumlah masjid di Indonesia mulai disatroni kelompok-kelompok dakwah yang dipengaruhi oleh poros ideologi yang asing bagi bangsa Indonesia yang majemuk. Kelompok ini terus saja mengganggu kestabilan umat dengan mem­persoalkan tradisi keagamaan ahlusunnah wal jamaah yang sudah mengakar di masyarakat seperti tahlilan, maulib nabi, barzanji, ziarah kubur dan tradisi lainnya.

Demikian dikatakan Ketua PB Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siradj saat membuka acara rapat pimpinan nasional Lembaga Ta’mir Masjid (LTM) NU Regional II Sumatera di Aula BLPP Balai Pertanian Cengkeh, Lubukkilangan, kemarin (30/6).

Rapimnas ini me­ngambil tema “Wu­jud­kan Masjid sebagai Pu­sat Peradaban Umat dan Benteng Per­ta­ha­nan NU-NKRI”. Ra­pimnas ini mulai di­gelar pukul 10.00 dan dihadiri pengurus LT­MNU regional II Su­matera yang terdiri dari Sumbar, Riau, Jam­bi dan Kepri.

Menurut Said, pe­ngaruh poros-poros ideologi yang asing bagi masyarakat Indonesia itu harus dicegah masuk lebih jauh ke masyarakat. Sebab, mereka yang menganut ideologi tersebut ada yang berani menggugat eksistensi NKRI. NU sendiri saat perang kemerdekaan sempat mengeluarkan resolusi jihad.

NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dan dunia yang berhaluan ahlussunnah wal ja­maah harus membentengi umat Islam dan mas­jid umat Islam dari poros ideologi yang me­re­sahkan itu. Ke depan, masjid bukan lagi sekadar tempat ibadah, tetapi pusat pem­berdayaan umat dalam artian luas, yakni pendidikan, sosial, kesehatan dan ekonomi, seni dan budaya

Dalam perjalanannya, NU telah banyak mendirikan masjid di berbagai daerah di Indonesia. Menurut Ketua Lembaga Ta’mir Masjid NU (LTM) KH. Abdul Manan A Ghani, lebih dari 1,5 juta masjid di Indonesia, 70 persen merupakan kepunyaan NU.

“Sebanyak 70 persen atau se­kitar 800 ribu masjid di Indonesia adalah hasil dari NU. Karena itu, harus dijaga dari infiltrasi ideologi yang tidak jelas dan bertentangan de­ngan kon­disi Indonesia yang ma­jemuk dan punya kearifan lokal,” ujarnya.

Untuk penguatan peran masjid sebagai pusat pem­ber­dayaan, di setiap masjid akan didirikan kepengurusan anak ranting (KAR) NU. “Mereka inilah yang akan menjadikan masjid bukan sekadar tempat beribadah, melainkan pusat pemberdayaan umat,” ujarnya.

Sekretaris PP LTM NU, Ibnu Hazen mengatakan, men­­jaga masjid berarti men­jaga eksistensi NU. Sebab, ada dua pilar utama yang menjadi basis perjuangan ormas Islam yang didirikan para ulama ini yakni masjid dan pesantren.

NU juga menjadi ormas yang paling mudah diterima umat Islam di seluruh Indonesia yang beraneka ragam bu­daya. Filosofi orang Mi­nang, Adat Basandi Syarak dan Sya­rak Basandi Kita­bullah (ABS-SBK) sangat re­levan dengan NU. Belum lagi filosofi syarak mandaki, adat manurun ma­kin menguatkan kesamaan Minangkabau de­ngan NU.

Orang Minang yang sa­ngat kuat keislamannya tetap me­nga­modir dan me­nye­suai­kan nilai-nilai adat dan bu­dayanya dengan Islam. Begitu juga NU, adat, budaya dan seni tradisi dijadikan sebagai saluran un­tuk mem­per­ke­nalkan dan me­nguatkan Islam di tengah-tengah ma­syarakat.

Beda dengan poros-poros ideologi yang sekarang mulai masuk yang gampang meng­ha­ramkan sesuatu dan gam­pang mengkafirkan orang. “Ma­sya­rakat kita harus di­bentengi dari hal-hal se­macam ini. Jangan sampai mereka terpengaruh karena sangat membahayakan,” ujar Said. (mg19)

SHARE THIS

Author:

Situs Berita Islam Balipapan merupakan situs yang memberitakan tentang dunia Islam dan umat Islam, berbagi informasi dan menyemarakkan dakwah / syiar Islamiyah.

0 komentar: