MADINATULIMAN.COM (Jakarta) -Sejumlah tokoh memberi apresiasi terbitnya buku bertajuk "Atlas Wali Songo", yang mengungkap sejarah ulama penyebar Islam di Nusantara itu sebagai fakta sejarah.
"Dengan buku ini kita mendapatkan bukti-bukti historis yang meyakinkan tentang sejarah Wali Songo yang sangat kita hormati, sehingga tingkat kredibilitas dan validitasnya lebih tinggi," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj saat acara bedah buku "Atlas Wali Songo" itu di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis.
Selama ini, kata Said Aqil, kisah Wali Songo lebih banyak diketahui sebagai cerita lisan berdasarkan sumber yang tidak dapat dikonfirmasi, sehingga tingkat validitasnya rendah.
"Dalam membaca sejarah Wali Songo, selama ini kita selalu terombang-ambing antara mitos dan fakta. Akibatnya ketika menyampaikannya kita merasa kurang yakin," katanya.
Namun, lanjut Said Aqil, dengan berbagai fakta sejarah yang disajikan di dalam buku yang diterbitkan penerbit Iman, Trans Pustaka, dan LTN PBNU itu maka kini diperoleh pijakan historis yang kuat dan diharapkan kehadiran Wali Songo tidak lagi ditempatkan dalam pinggiran sejarah sebagaimana terjadi selama ini.
Budayawan Sudjiwo Tedjo menilai buku "Atlas Wali Songo" karya Agus Sunyoto itu memberikan pemahaman komprehensif tentang Islam di Nusantara.
"Tanpa buku ini masa depan Islam akan sangat formal dan karakternya bukan seperti NU," katanya.
Arkeolog UI Irmawati meski memberikan sejumlah catatan terhadap buku "Atlas Wali Songo", namun memberikan mengapresiasi pula terhadap buku tersebut.
Sebagai "buku sejarah" yang ditulis orang yang secara formal bukan berlatar belakang disiplin ilmu sejarah, Irmawati memasukkan buku itu dalam katagori sebagai sejarah publik, sejarah untuk konsumsi masyarakat.
"Sejarah publik adalah sejarah di luar kampus. Tetapi buku `Atlas Wali Songo` ini tantangan bagi yang punya otoritas sejarah," katanya.
Agus Sunyoto mengaku menulis buku itu untuk mengimbangi buku-buku sejarah yang menafikan keberadaan Wali Songo, terutama "Ensiklopedia Islam" terbitan Ikhtiar Baru Van Hoeve yang dinilainya secara sistematis telah berusaha menyingkirkan tokoh-tokoh penyebar Islam abad ke-15 dan ke-16 yang berjasa dalam proses pengislaman Nusantara tersebut.
"Adalah tindakan ahistoris, kalau tidak boleh dikatakan naif, ketika sekumpulan intelektual membincang tentang Islam Indonesia tanpa menyertakan Wali Songo di dalamnya dengan pertimbangan berbeda paham dan aliran," katanya.
Sumber : Antaranews.com
0 komentar: