Dalam memberikan nasihat dakwah, yang pertama adalah dengan hikmah. Ini prinsip pertama yang hendaknya digunakan. Jika dengan hikmah orang sudah bisa menerima dakwah, maka tidak perlu sampai menggunakan mauizatil hasanah (nasihat yang baik/bijak). Apalagi dengan jidal (mengadu argumen). Meskipun dengan jidal yang terbaik sekalipun.
“Dalam dakwah, kami mengedepankan Bil Hikmah wal Mauidlatil Hasanah. Dakwah yang santun,” terang Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Balikpapan KH Muhammad Muhlasin.
Metode dakwah ini terbukti efektif. NU menjadi salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia. Di Kaltim, semua kabupaten dan kota sudah memiliki cabang. Bahkan di Balikpapan sudah punya Badan Otonom (Banom) dan Majelis Wakil Cabang (MWC), ranting, dan anak ranting.
“NU (di Balikpapan) telah eksis puluhan tahun. Geliat perjuangannya makin terasa dalam 10 tahun terakhir,” tutur pengasuh Pondok Pesantren Al Izzah itu.
Sejak didirikan pada 1926 oleh KH Hasyim Asy’ari, NU memang langsung menyebar ke berbagai wilayah di Nusantara. Para ulama tidak mengalami kesulitan berarti mengajak orang-orang untuk menjunjung tinggi Islam dan berjuang di Tanah Air melalui NU. Sebab, para ulama sudah menjalin hubungan melalui para guru atau pesantren.
Di Kaltim, NU sudah berkembang sejak 1933. Setidaknya bisa dilacak di Kabupaten Berau, 12 jam perjalanan darat ke sebelah utara dari Samarinda. Faktor utama penerimaan Nusantara terhadap NU adalah karena jauh sebelum NU lahir dalam bentuk jamiyah (organisatoris), ia terlebih dulu ada dan berwujud jamaah. Yang terikat kuat oleh aktivitas sosial keagamaan yang mempunyai karakter sama (Pertumbuhan dan Perkembangan NU, Choirul Anam, 2010).
“Para pengurus NU menyadari jika tugasnya hanya berdakwah. Tidak pernah bicara hasil,” sebut Muhlasin.
Untuk medianya banyak. NU memiliki kegiatan-kegiatan seperti majelis taklim, istighosah kubro, manaqib, ataupun tablig akbar. Untuk zaman milenial saat ini, disebut Muhlasin, jika NU Balikpapan punya lembaga Ta’lif wan Nasr. Yang secara khusus dan rutin update dan share dakwah melalui media sosial.
“Disampaikannya pun sama. Secara santun. Tidak memaksa. Tidak head to head dengan adat istiadat dan budaya. Ini yang membuat NU mampu meraih simpatik masyarakat sejak ulama sepuh terdahulu,” ujarnya.
Program dakwah NU kini tak lagi fokus di podium. Sejak muktamar dan konferensi besar tahun lalu, NU lebih konsentrasi pada dua bidang. Yakni kesehatan dan perekonomian. Untuk kesehatan, rencana dibangun klinik NU. “Syukur-syukur bisa bangun Rumah Sakit NU,” sambungnya. Sementara untuk perekonomian, NU akan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bisa menunjang kemandirian NU sebagai organisasi.
Sementara untuk generasi muda, ada akidah Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah. Aswaja ala NU sebagaimana yang dirumuskan KH Hasyim Asy’ari dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jamaah- memiliki tiga dasar dalam berislam. Pertama, akidah NU merujuk pada Imam Abu Musa al-Asya’ari dan Abu Hasan Al-Maturudi. Karena itu adalah pilihan yang paling moderat. Pilihan yang paling relevan dalam konteks kehidupan masa kini dan masa yang akan datang.
Dalam hal fiqih merujuk kepada Madzhibul Arba’ah, khususnya madzhab Syafi’i. Sedangkan dalam hal tasawuf merujuk kepada Imam Junaid Al-Baghdadi dan tasawuf Imam A-Ghazali.
“Sebagai organisasi terbesar di dunia, NU punya kepentingan yang besar terhadap Islam, NKRI, dan peradaban dunia. Karena itu, kami banyak memiliki program kader dan pendidikan. Salah satunya melalui Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU),” kata Muhlasin. (timkp/kaltim.prokal.co/ 4b/nubalikpapan.ID)
0 komentar: