KAIRO - Kemarin, Dr. Yusuf al-Qardhawi, Ketua Persatuan Ulama
Islam Internasional, mengeluarkan fatwa kewajiban mendukung Legitimasi
Presiden Mesir Muhammad Morsi yang dimakzulkan setelah jutaan rakyat
Mesir turun ke jalan untuk menarik/mencabut nota kepercayaan atas
kepemimpinannya. Putera beliau yang bernama Abdurrahman Yusuf
al-Qardhawi tidak sepakat dengan fatwa yang dikeluarkan oleh ayahnya
tersebut. Dia membalas fatwa tersebut dengan sepucuk surat kepada
ayahnya yang dipublikasikan oleh media-media di Mesir. Redaksi Mosleminfo berhasil mengalih bahasakan surat tersebut dari Harian Youm7. Berikut terjemahan suratnya:
——————-
Ayah saya yang terhormat, Syekh al-Allamah Yusuf al-Qardhawi…
Saya
mengenal Anda sebagai seorang ulama yang mulia, ahli fikih, dan ahli
berbagai ilmu pengetahuan. Anda mengetahui rahasia-rahasia dan
tujuan-tujuan dalam syariat Islam, serta banyak mengetahui tentang
turats Islam. Kami sekarang di masa yang sangat menentukan dalam sejarah
Mesir. Mesir yang Anda cintai dan banggakan. Bahkan Anda memberikan
sebuah judul “Anak desa dan sekolahan” pada buku memorial Anda. Sekarang
ini saya ingin menyampaikan sesuatu kepada Anda. Saya adalah anak yang
dilahirkan di desa, dan terdidik di sekolahan.
Ayah yang
saya hormati. Status saya adalah murid Anda sebelum anak Anda. Menurut
saya dan banyak orang dari kalangan murid Anda bahwa kondisi Mesir saat
ini yang sangat rumit, adalah kondisi yang baru dan jauh berbeda dari
masa generasi Anda. Generasi Anda adalah generasi yang tidak mengenal
yang namanya revolusi rakyat yang sesungguhnya. Generasi Anda juga tidak
dekat dengan keinginan rakyat dan cara berpikir para pemuda yang
melampaui batas. Boleh jadi hal ini adalah sebab utama fatwa Anda yang
isinya belum pernah saya pelajari dari Anda.
Ayah, Anda kemarin telah mengeluarkan fatwa untuk mendukung Presiden Muhammad Morsi. Di dalam teks fatwa tersebut berisi:
“….sesungguhnya
rakyat Mesir telah hidup selama 30 tahun –jika tidak ingin dikatakan 60
tahun—tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih presiden sesuai
keinginan mereka sendiri, hingga akhirnya Allah memberi mereka karunia
untuk pertama kalinya seorang presiden sesuai pilihan mereka sendiri dan
murni sesuai keinginan mereka, yaitu Presiden Muhammad Morsi. Mereka
telah bersumpah dan berjanji untuk senantiasa menaatinya, baik dalam
kondisi sulit maupun mudah, dan baik dalam perkara yang mereka sukai
maupun yang tidak mereka sukai. Semua pihak juga setuju, baik dari
kalangan sipil maupun militer, serta pemerintah maupun rakyat,
diantaranya adalah Letnah Jenderal Abdul Fattah al-Sisi, Menteri
Pertahanan. Dia (al-Sisi) telah bersumpah di depan mata kita semua untuk
senantiasa taat dan patuh kepada Presiden Morsi. Dia senantiasa taat
dan patuh, hingga kita semua melihatnya berubah secara tiba-tiba, dan
menjadikan dirinya yang semula hanya seorang menteri, menjadi seorang
yang memiliki kendali kekuasaan, sehingga dia mengkudeta presiden yang
konstitusional. Dia telah melanggar janji setianya kepada presiden
Morsi, dan bergabung kepada sebagian rakyat untuk menentang sebagian
rakyat yang lain, dengan mengklaim bahwa dirinya bersama kalangan
mayoritas…..”
Ayahku, sesungguhnya membanding-bandingkan
Morsi dengan Mubarak itu tidak tepat. Ini adalah pendapat generasi
kami, yang mungkin tidak diketahui oleh generasi sebelum kami.
Ayahku,
generasi kami tidak akan kuat hidup di bawah tekanan kediktatoran
selama 60 atau 30 tahun sebagaimana yang Anda katakan. Yang kuat itu
adalah generasi Anda dengan mengatasnamakan kesabaran. Kami adalah
generasi yang sudah banyak belajar untuk tidak membiarkan benih
kediktatoran tetap berada di muka bumi ini. Kami memutuskan untuk
mencabutnya sejak tahun pertama, sebelum kediktatoran itu tumbuh
berkembang. Itu adalah pohon menjijikkan yang harus dibuang dari muka
bumi.
Seandainya Morsi hanya melakukan satu persen
kesalahan dari apa yang dilakukan oleh para presiden sebelumnya, maka
kami tidak akan tinggal diam. Ini adalah hak kami. Kami tidak akan jatuh
pada perangkap komparasi dengan kondisi 60 tahun yang lalu. Karena jika
kami terjerumus ke dalam perangkap ini, maka kami tidak akan pernah
bisa keluar selamanya.
Saya telah belajar dari Anda,
bahwa kaum muslimin itu sesuai dengan syarat-syarat yang mereka
sepakati. Bukankah Anda mengatakan: “Jika seorang pemimpin berjanji akan
mundur dari jabatan sesuai pendapat mayoritas, dan diambil janji setia
(baiat) berdasarkan prinsip ini, maka secara syariat dia harus komitmen
dengan syarat tersebut. Setelah berkuasa, dia tidak boleh mengingkari
janji ini, dan menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
bukan institusi yang mengikat. Dia bisa berpendapat apa pun, namun jika
dia dipilih oleh rakyat berdasarkan sebuah syarat tertentu, maka dia
harus menjalankannya dan tidak boleh melanggarnya. Kaum muslimin itu
sesuai dengan syarat-syarat yang telah mereka sepakati. Menepati janji
hukumnya wajib, dan itu termasuk akhlak kaum muslimin. Dari prinsip ini,
kami berpendapat bahwa sekelompok manusia meskipun mereka berbeda
pendapat terkait status keharusan menepati pendapat MPR, mereka dapat
memaksa presiden untuk menepati pendapat MPR, jika mereka menuliskan
syarat tersebut dalam pemilihan dan janji setianya. Dan dia harus
mengambil suara mayoritas, baik secara mutlak maupun dengan beberapa
syarat. Dengan demikian, perselisihan akan teratasi.” (as-Siyasah asy-Syar’iyyah fi Dhau’ Nushush asy-Syar’iyyah wa Maqaashidiha, hlm, 116, cet.Maktabah Wahbah).
Ayah yang saya hormati….
Kami
telah mengambil janji kepada lelaki ini (Morsi) agar melakukan
kesepakatan dengan pihak-pihak terkait dalam membuat undang-undang,
namun dia tidak menepatinya. Kami telah mengambil janji kepadanya agar
melakukan kesepakatan dengan pihak-pihak terkait dalam menyusun kabinet,
namun dia tidak menepatinya. Kami juga telah mengambil janji kepadanya
agar mengedepankan aspek kerjasama dengan pihak-pihak lain, bukan saling
mengalahkan, namun dia tidak menepatinya. Kami juga telah mengambil
janji kepadanya agar menjadi presiden untuk seluruh rakyat Mesir, namun
dia tidak menepatinya. Perkara yang paling penting adalah kami telah
mengambil janjinya untuk menjadi presiden Mesir yang telah direvolusi,
namun dia tidak menepatinya. Kemudian kami melihatnya pada perayaan hari
revolusi, dia berkata kepada para polisi –yang sebenarnya kami juga
mengambil janji kepadanya agar membersihkan instansi kepolisian dari
antek-antek Mubarak, dan tidak dia tepati–: “Kalian ada dihatiku
daripada revolusi Januari.” Lantas dengan janji Allah yang mana, Anda
menginginkan kami tetap patuh kepadanya?
Dia telah
melakukan rekonsiliasi dengan negeri biadab (Israel) dan dengan para
antek Mubarak, dan para pengusaha anak buah Mubarak, serta dengan
berbagai kebobrokan tersembunyi dari rezim Mubarak. Bahkan dia berusaha
untuk menempatkan para antek Mubarak itu di instansi pemerintahan, dan
mendekatkan mereka ke Jamaahnya (baca: Jamaah Ikhwanul Muslimin), serta
membantu orang-orang zalim atas kezaliman mereka, akhirnya Allah
memberinya azab sebab mereka.
Saya telah menghafal
sebuah kalimat yang tidak akan pernah saya lupakan selama hidup wahai
ayah dan guru saya. Sebuah kalimat yang sangat komprehensif. Kalimat
yang menjadi ukuran bagi diri saya sendiri dalam memahami Islam dan
politik Islam. Anda pernah mengatakan kepada saya dan generasi saya:
“Kebebasan sebelum syariat.” Dengan kalimat ini, saya masih tetap dalam
barisan para revolusioner yang menuntut kebebasan untuk seluruh manusia.
Dengan kalimat ini, saya berada di bundaran Tahrir pada 25 Januari dan
30 Juni. Saya tidak menyibukkan diri dengan menuntut untuk menegakkan
syariat Allah, dan saya tidak memandang bahwa saya berhak mewajibkan
seseorang untuk menjalankan syariat Allah. Akan tetapi saya menyibukkan
diri untuk menggerakkan orang-orang agar mereka menjadi manusia yang
merdeka. Kebebasan dan syariat bagi saya adalah sama, karena Allah tidak
menciptakan manusia kecuali dalam keadaan merdeka.
Dalam
fatwa Anda, Anda menyerukan Letnan al-Sisi, seluruh partai politik, dan
seluruh penuntut kebebasan, kemuliaan dan keadilan, agar mereka berada
dalam satu komando demi membela kebenaran, mengembalikan Morsi ke
jabatan semula, senantaisa menasehatinya, mencari solusi bersama, dan
membuat progam riil….bagaimana jika saya beritahu Anda bahwa mereka
telah melakukan hal itu selama setahun penuh, namun orang ini (Morsi)
tidak mau mendengarkannya?
Bagaimana jika saya beritahu
Anda bahwa para penasehatnya yang dia pilih sendiri yang kami percaya
akan keilmuan, kesalehan, keikhlasan, dan nasionalismenya, namun mereka
meninggalkannya. Hal itu mereka lakukan setelah mengetahui bahwa mereka
tidak lebih hanya sebagai dekorasi demokrasi untuk sebuah pemerintahan
yang diktator. Dia (Morsi) tidak mau mendengarkan siapapun melainkan
kepada jamaah dan murysidnya, padahal mereka tidak pernah menjadi para
penasehat yang amanah dan pemberi kebaikan. Mereka membantunya untuk
melakukan perkara yang tidak cocok untuk Mesir, baik dari segi agama
maupun dunia. Mereka mendorongnya untuk melawan rakyat dengan sokongan
dari Jamaah untuk menjalankan seluruh keputusannya sendiri. Hal ini
mengakibatkan banyak terjadi pertumpahan darah dan fitnah di muka bumi.
Dan bukan berdasarkan hal ini rakyat Mesir dan para revolusioner
mengangkatnya menjadi presiden.
Bagaimana jika saya
memberitahu Anda bahwa saya telah melakukan hal itu sendiri, namun
presiden dan keluarganya hanya memalingkan muka dari saya?!
Kami
telah duduk bersama dengan berbagai pihak di masa yang sangat sulit
ini. Tidak ada seorang pun yang ragu akan legitimasi presiden. Sangat
mungkin dia melakukan rekonsiliasi dengan beberapa kompromi. Akan
tetapi, sangat disayangkan, kami tidak melihat pemerintah yang
bertanggungjawab, namun kami melihat sekumpulan orang yang berambisi
untuk berkuasa, bagaimana pun caranya.
Kami berharap
presiden dapat menyelesaikan masa baktinya dan presiden pertama dari
kalangan sipil yang dipilih rakyat secara demokratis dapat sukses dalam
menjalankan tugasnya. Akan tetapi dia ternyata ngotot untuk melengserkan
dirinya sendiri. Hal itu dia lakukan dengan terus tunduk kepada orang
yang mengontrolnya, dan terus mengikuti kepada pihak yang sama sekali
tidak memiliki legitimasi dan janji setia. Kemudian mereka sekarang
mendorong para pengikutnya agar terjerumus kepada huru-hara ini dengan
dalih menjaga legitimasi dan syariat Islam.
Sesungguhnya
hakekat yang terjadi di Mesir selama setahun lalu adalah bahwa Ikhwanul
Muslimin menganggap instansi kepresidenan adalah salah satu cabang dari
cabang-cabang yang dimiliki oleh Jamaah. Kami akan terus membayar semua
itu dengan darah dan rasa saling benci diantara generasi negeri ini.
Seluruh
kata yang Anda tulis akan saya hormati. Saya tahu kebaikan niat Anda.
Akan tetapi saya menganggap itu bukan sekedar pendapat politis yang bisa
salah dan bisa benar sebagai sebuah pendapat seorang yang bernama Yusuf
al-Qardhawi, anak desa dan sekolahan, namun itu adalah fatwa agama yang
dikeluarkan oleh seorang imam kemoderatan, Syekh Yusuf al-Qardhawi. Dan
karena itulah sangat menyakitkan saya.
Sudah waktunya
umat ini untuk menyelami masa-masa sulit, dan membatasi wilayah agama
dan wilayah politik. Itu agar kita tahu di mana wilayah para ahli fikih,
dan dimana wilayah para politikus.
Terakhir, di dunia
ini, sayalah orang yang paling tahu bahwa Anda tidak akan pernah menjual
agama demi kenikmatan duniawi. Anda sangat menginginkan kebenaran dan
keadilan lebih daripada sekedar membela mazhab dan sebuah ideologi.
Hal-hal yang menyelimuti kondisi saat ini sangat banyak dan rumit, namun
Anda punya kesibukan ilmiah yang besar.
Wahai ayah,
saya tahu bahwa fatwa Anda tersebut demi membela hak rakyat Mesir untuk
memilih pemimpin mereka secara bebas, dan tidak diberikan lagi kepada
pemimpin militer –dan kami tidak akan pernah memberikannya lagi kepada
militer–.
Komentar saya ini adalah sebagai balasan atas kebaikan-kebaikan Anda kepada saya selama ini.
Percayalah
kepada saya wahai ayah, seandainya kami praktekkan semua tulisan Anda
mengenai umat dan negara, fikih prioritas, fikih realitas, fikih maqasid
(tujuan), dan kebebasan sebelum syariat sebagaimana yang telah Anda
ajarkan kepada kami, maka saya adalah orang pertama yang mengajak
revolusi atas pemimpin yang zalim dan mengkhianati perjanjian. Dia telah
menyebarkan rahasia-rahasia negara, dan memasukkan oposisi ke dalam
penjara dengan tuduhan telah menghinanya. Dia tidak memberikan kebebasan
kepada rakyat, melainkan sebagaimana cara Mubarak: “Berkatalah sesuka
hati kalian, dan aku akan bertindak sesuka hatiku.”
Ayah,
di alun-alun Rabeah el-Adaweyah sekarang ini adalah ratusan ribu pemuda
yang ikhlas dan suci. Mereka adalah kekuatan negara yang sangat
dahsyat. Orang-orang yang bekerja demi kepentingan sendiri dan para
pembunuh akan mendorong para pemuda itu ke dalam peperangan yang tiada
artinya. Bukan perang demi negara. Bukan perang demi agama. Bukan
memerangi musuh. Dan bukan perang yang akan melahirkan pemenang. Setiap
orang yang masuk ke dalam perang tersebut sejatinya telah kalah. Jutaan
orang akan masuk ke neraka jahanam, sebagai harga yang harus dibayar
demi mempertahankan kerakusan segelintir orang akan kekuasaan. Kami
sangat membutuhkan nasehat yang benar dan logis demi mencegah terjadinya
pertumpahan darah yang suci.
Keinginan rakyat yang
menjadi faktor penggerak demonstrasi pada 30 Juni hanyalah sebagai
kelanjutan dari demonstrasi 25 Januari. Jika sebagian antek Mubarak
mengira bahwa kejadian saat ini adalah permulaan kembalinya mereka, maka
saya katakan kepada Anda dengan penuh percaya diri bahwa mereka telah
salah sangka. Generasi ini akan menentang semua orang zalim. Mereka
tidak akan membiarkan revolusinya hilang begitu saja sebelum mencapai
cita-citanya, baik orang zalim yang memakai helm baja, topi, atau ikat
kepala surban.
Ayah yang saya cintai, Anda telah
mendidik kami –anak-anak Anda—berdasarkan prinsip kebebasan dan
independensi pemikiran. Saya sangat bangga dengan Anda sebagaimana Anda
bangga terhadap kami. Saya tahu bahwa tulisan ini akan membuat para
pengikut fanatik membacanya sebagai bentuk kedurhakaan seorang anak
kepada orang tuanya. Saya tidak bisa diam saja dengan fatwa yang telah
Anda keluarkan. Anda telah membiasakan kami hidup bebas dan independen,
dan mewanti-wanti kami berkali-kali dari sikap taklid buta, mengikuti
tanpa dalil, serta hanya nurut kepada para pemimpin dan tokoh. Anda juga
mengajari kami untuk senantiasa mengatakan yang benar, meskipun
tertentangan dengan diri kami, orang tua, dan para kerabat. Anda juga
mengajarkan kepada kami agar mengetahui seseorang dengan kebenaran,
bukan mengetahui kebenaran dengan berdasarkan ketokohan seseorang.
Keluarga
kita berhak untuk bangga karena tidak dididik layaknya kertas lusuh,
namun seluruh keluarga menjadi pribadi-pribadi yang independen. Dan ini
berbeda dengan kebanyakan keluarga yang mengklaim dirinya liberal atau
bebas, yang kami lihat hanyalah ibarat sebuah kertas-kertas karbon yang
tak ada bedanya.
Ayah, kata-kata yang saya tulis ini
adalah hasil dari yang Anda tanam selama ini. Semua ini asalnya adalah
buah pikiran dan kata-kata Anda sendiri, serta sebagian karunia dan buah
fikih Anda. Itu merupakan barang Anda yang sangat berharga dan
dikembalikan kepada Anda sendiri.
Hanya kepada Allah-lah kami tujukan maksud semua ini. Mesir akan terus jaya untuk dan dengan rakyat Mesir. [Mosleminfo]
0 komentar: