Minggu, 23 Juni 2013

H. Agus Zainal Azis Lc: Syaikh Prof. Dr. Sa’id Ramadhan al-Buthi, Rajulul Qur’an dari Syiria

Bagaimana Gus Zainal (sebutan H. Agus Zainal Azis Lc) mengenal Syaikh Sa’id Ramadhan al-Buthi?
Menurut saya, beliau adalah ulama yang terkenal dengan ketawadluannya, tidak sulit menemui beliau yang open house. Ketawadluan beliau pernah saya saksikan ketika beberapa tahun lalu disowani Kiai Maimun Zubair Sarang saat menitipkan anaknya. Sering beliau berkata dengan tegas, sepandai-pandainya orang wajib bermadzhab. Kitab yang berjudul, “Tidak bermadzhab lebih berbahaya bagimu” adalah bukti lain dari ketawadhuan.

Syaikh Buthi juga sangat sederhana, beliau tidak gengsi dengan gelar “Syaikh” menaiki dan bergelantungan di bus kota ketika mau mengajar ke kampus. Beliau dengan sabar mendengar dan menerima pertanyaan masyarakat dan menjawabnya dengan jelas.

Bagaimana beliau mengajar?
Beliau mengajar di kampus sebagaimana lazimnya seorang dosen. Mengajar masyarakat di masjid-masjid dengan sistem wethon. Dalam mengajar, beliau sering menekankan ilmu harus dipahami dengan detail. Sepaham mungkin dengan diimbangi dengan ilmu sosial (ulum al- ijtima’iyah), ini yang membedakan konsep keilmuan beliau dengan ulama lain.

Adakah cerita lain yang Gus Zainal ketahui?
Pada masa kecil Syaikh Buthi belajar kepada ayahandanya Syaikh Mula. Selayaknya pendidikan salafiyah, Syaikh Mula membina dengan bekal ilmu agama yang luas. Sa’id Ramadhan hafal Matan Taqrib, Uqud al-Juman, Alfiyah Ibnu Malik dan matan-matan yang lain, padahal usia beliau masih antara 10 sampai 11 tahun. Saat itu Sa’id Buthi menguasai tiga bahasa Negara, Kurdi (bahasa ibu kandungnya), Turki (dibelajari dari ibu tirinya), dan Arab sebagai bahasa keseharian beliau. Pada usia belia, beliau belajar ilmu (baca: mondok) ke lembaga pendidikan di Ma’had At-Taujih Al-Islami asuhan Syaikh Habannakeh Al-Maidani.

Kehebatan Syaikh Buthi tidak perlu diragukan, pada usia 16 tahun saja beliau sudah dipercaya mengisi ceramah di mimbar-mimbar masjid. Syaikh Buthi juga mendapat gelar kehormatan dari kerajaan Maroko sebagai Rajul al-Qur’an, kalau diterjemahkan secara bebas berarti orang yang hafal atau memahami Al-Qur’an secara detail. Mungkin karena kedalaman ilmu beliau dalam memahami isi Al-Qur’an dan seringnya beliau merespon berbagai masalah dengan ayat-ayat Al-Qur’an selayaknya orang yang sudah hafal. Padahal, Syaikh Buthi bukan seorang hafid karena tidak dapat izin dari ayahandanya, tapi beliau sering membaca Al-Qur’an, dalam tiga hari beliau menghatamkan Al-Qur’an. Iktsar li qira’at al-Qur’an itulah yang membuat Syaikh Buthi bisa menganalogkan permasalahan umat dengan Al-Qur’an dengan cepat.

Apa pendapat Gus Zainal atas ijtihad politik Syaikh Buthi?
Syaikh Buthi sebenarnya sangat menghindari politik, beliau sering mendatangi presiden hanya untuk membela kaum muslimin. Dari pemerintahan Hafeedz sampai presiden Bashar Assad sekarang, beliau sangat dihormati dan suara beliau diperhitungkan sebagai landasan kebijakan Negara.
 
Apakah itu berpengaruh dengan hubungan beliau dengan ulama-ulama Syiria?
Secara dhahir memang beliau berbeda dengan ulama Syiria, namun perbedaan itu sebatas cara saja, tujuannya sama. Menyelamatkan Syiria dari ketidak-adilan dan kesemena-menaa. Bedanya, jika mayoritas ulama lewat jalur luar pemerintahan, tapi Syaikh Buthi lewat jalur dalam pemerintahan. Menasehati dan memberi masukan. Beliau mencari kemuliaan di sisi Allah, bukan di mata manusia. Oleh karena itu beliau siap dihina dan dijelekkan karena ijtihad politiknya.

Lantas apakah yang sebenarnya terjadi di Syiria?
Pada awalnya, demo muncul di provinsi Dar’a, daerah yang menjadi perbatasan dengan Jordania. Demontrasi kecil itu murni untuk menciptakan regenerasi pemerintahan di Syiria, karena undang-undang menetapkan kepala Negara dipilih oleh kalangan terbatas. Ketika demo itu muncul, pemerintah menawarkan dialog dan beberapa undang-undang Negara sudah dirubah sesuai permintaan rakyat.

Dalam hal ini, Syaikh Buthi mengharamkan turun jalan, beliau berkata, “Saya bisa menasehati pemerintah.” Buthi sering menekankan pemerintah didekati, tidak usah di demo karena itu dipandang sedikit bahayanya daripada demontrasi yang menelan korban tidak hanya jiwa, tapi terganggunya ketentraman masyarakat.

Hal yang paling penting adalah, ketika terjadi pergolakan di Syiria, maka yang bertepuk tangan lebih dahulu adalah Israel karena jajahannya kepada salah satu provinsi Syiria tidak mendapat perlawanan pasti. Pun pula gerilyawan pejuang Palestina Hizbullah akan semakin lemah karena sokongan senjata dan lain-lain (otomatis) terhenti bila pemerintahan terguling. Namun, provokasi dari luar yang dimotori pihak luar membuat pergolakan demontrasi berkembang ke provinsi-provinsi lain.

Beberapa media memberitakan proses ‘peperangan’ antara pemerintah dengan pihak oposisi, bagaimana Gus Zainal menyikapinya?
Kita harus hati-hati terhadap berita yang ada. Banyak terjadi pembohongan media tentang kejadian di Syiria. Banyak yang tidak tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi di Syiria, bagaimana kita bisa memberikan penilaian atau menvonis? Karena itu, berita pergolakan di sana harus disikapi dengan kevalidan berita.

Kenapa saya bilang kebohongan berita, contohnya pada tanggal 5 Oktober 2012, ketika saya masih di Syiria, tepatnya di hotel Nazah Damaskus, televisi Al-Jazirah, SSN dan media internasional lain mengabarkan di sekitar Nazah terjadi peperangan sengit dengan gambar ledakan dan asap memetangi kota itu. Karena saya di sana. Seketika saya buka jendela kamar hotel, sama sekali tidak ada hiruk-pikuk suara desing senjata, sama sekali tidak ada. Semuanya berjalan normal, malah di sekitar hotel anak-anak kecil sedang bercengkrama berangkat sekolah. Kalau tidak kedustaan, apa lagi?

Syaikh Buthi menyerukan wajib menjaga harga diri orang lain, karena Islam sangat menjaga hal itu. Sekarang Syiria adalah lautan darah, ajang penindasan dan perampokan. Siapa korbannya?, kebanyakan kalangan muslimin Ahlusunnah wal jamaah. Allah mengambil beliau, agar beliau tidak terlalu lama bersedih atas keadaan Syiria. Beliau wafat di Majelis Ilmu, dan kita tahu betapa mulianya seorang yang syahid ketika bergelut dengan ilmu Allah. Salah satu tanda kemuliaan beliau dihadapan Allah yang lain adalah, karena kitab-kitab beliau akan terkaji sepanjang masa.

Tulisan ini merupakan hasil wawancara redaktur Majalah Langitan, Muhammad Umar Faruq dengan H. Agus Zainal Azis Lc, PP. Al-Ma’ruf Lamongan, salah satu murid Syaikh Prof. Dr. Sa’id Ramadhan al-Buthi. Sumber: Majalah Langitan Online

Foto: 
H. Agus Zainal Azis Lc, PP. Al-Ma’ruf Lamongan, salah satu murid Syaikh Prof. Dr. Sa’id Ramadhan al-Buthi

SHARE THIS

Author:

Situs Berita Islam Balipapan merupakan situs yang memberitakan tentang dunia Islam dan umat Islam, berbagi informasi dan menyemarakkan dakwah / syiar Islamiyah.

0 komentar: