Rasulullah Saw telah
mengikat umat beliau dengan ikatan persaudaraan. Bahkan sedari awal risalah
beliau selalu berupaya mempersaudarakan kelompok yang bertikai. Misalnya ketika
pertama Rasulullah Saw hijrah ke Madinah yang ternyata para Sahabat Anshar
terdiri dari dua suku kabilah yang mengalami pertikaian sesama saudara, yaitu
kabilah Khazraj dan kabilah Aus, maka Rasulullah Saw berhasil mempersatukan
mereka dalam persaudaraan. Bukan justru memecah belah, memprovokasi, atau
perilaku buruk lainnya. Jelas ini bukan cara dakwah Rasulullah Saw.
Ikatan saudara yang
dimaksud adalah sabda Rasulullah Saw: "al-muslimu akhu al-muslimi laa
yadzlimuhu wa laa yuslimuhu", artinya: "Seorang muslim adalah
bersaudara dengan Muslim lainnya. Ia tidak boleh menganiayanya dan
menghilangkan keselamatannya" (HR al-Bukhari No 6437)
Hadis ini juga selaras
dengan firman Allah yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah
bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat rahmat" (al-Hujurat: 10)
Kriteria Kafir dan
Musyrik
Kafir dan Musyrik
adalah dua dosa besar dalam Islam. Kafir memiliki banyak bentuk, dimana setiap
seseorang berbuat kekafiran maka hilanglah keimanannya. Artinya Kafir adalah
lawan kata dari Iman. Maka jika seseorang tidak mempercayai rukun iman yang 6,
atau ingkar pada rukun Islam yang 5 dan lainnya, maka ia disebut Kafir.
Sedangkan Musyrik hanya ada 1 kriteria, yaitu berkeyakinan ada Tuhan selain
Allah atau meyakini adanya Tuhan bersama Allah. (Abu Hilal al-'Askari, al-Furuq
al-Lughawiyyah 454)
Fenomena menuduh kafir
sebagaimana dalam tema ini, sebenarnya sudah terjadi sejak dahulu. Misalnya
Hujjatul Islam al-Imam al-Ghazali (450-505 H / 1058-1111 M), beliau pun pernah
dituduh kafir oleh kelompok yang anti dengan tasawwufnya Imam al-Ghazali. Maka
beliau memberi bantahan dengan mengarang sebuah kitab yang bernama Faishal
at-Tafriqah yang intinya melarang menuduh kafir kepada orang lain lantaran
perbedaan madzhab. Menurut beliau orang yang disebut Kafir adalah orang yang
inkar (tidak percaya) dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw,
sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadis.
Larangan Menuduh Kafir
dan Musrik
Ada begitu banyak riwayat hadis tentang larangan menuduh Kafir atau Musyrik, diantaranya: Rasulullah Saw bersabda: "Kaffu 'an ahli Laailaha illallah Laa tukaffiruuhum bi dzanbin. Fa man kaffara ahla Lailaha illallah fa huwa ila al-kufri aqrabu". Artinya: "Menghindarlah dari umat Islam yang mengucapkan kalimat tauhid ‘Tiada Tuhan selain Allah’. Jangan kau hukumi kafir lantaran mereka melakukan sebuah dosa. Barangsiapa yang mengkafirkan mereka, maka dia lebih dekat dengan kekufuran” (HR. Thabrani dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir No. 12912 dari Ibnu Umar)
Juga sabda Rasulullah
Saw: "Laa tasyhaduu 'ala ummatikum bi syirkin wa laa tukaffiruuhum bi
dzanbin", artinya: “Janganlah kalian bersaksi atas kesyirikan umat kalian.
Dan janganlan kalian menghukumi kafir pada mereka lantaran melakukan sebuah
dosa…” (HR. Abd al-Razzaq dalam kitab al-Mushannaf No. 9611 dari Hasan)
Dalam Islam ada sebuah
aliran sesat bernama Khawarij (sekarang sudah punah) yang menilai bahwa orang
Islam yang melakukan dosa besar, adalah Kafir. Namun dalam Madzhab Ahli Haqq
(Madzhab yang benar), orang muslim tidaklah menjadi kafir lantaran melakukan
sebuah dosa, seperti membunuh, berzina dan lainnya (Imam an-Nawawi dalam Syarah
Sahih Muslim 2/48)
Jika dalam dosa-dosa
yang telah dipastikan dalam Islam tidak boleh dituduh Kafir, apalagi masalah
yang menjadi khilaf para ulama sejak dulu, misalnya Tawassul, Ziarah Kubur dan
sebagainya. Jelas tidak boleh menuduh Kafir. Bahkan anehnya saat ini ada sebuah
fitnah yang sangat kejam atas tuduhan sebagian ulama Arab Saudi yang menilai
bahwa Abu Jahal dan Abu Lahab (yang sudah dinash dalam al-Quran masuk Neraka)
lebih bersih keimanannya daripada umat Islam saat ini yang gemar melakukan
Tawassul, Istighatsah, Ziarah Kubur dan sebagainya. Bagaimana bisa mereka
menuduh seperti itu sementara Rasulullah Saw yang memiliki rasa kasih sayang
kepada umatnya tidak pernah berkata yang demikian?
Tuduhan Kembali Pada
Pelaku
Konsekwensi yang harus
diterima bagi orang-orang yang mudah menuduh Kafir atau Musyrik adalah meraka
yang berhak menerima predikat Kafir dan Musyrik. Rasulullah Saw bersabda: "Idzaa
qaala ar-rajulu 'Yaa Kaafiru' fa qad baa'a bihi ahaduhumaa", artinya:
"Barangsiapa berkata kepada saudaranya 'Wahai Kafir', maka sungguh
perkataan itu kembali kepada salahsatunya" (HR al-Bukhari No 5638 dari
Ibnu Umar)
Hadis ini diperkuat
dengan hadis lain: "Laa yarmii rajulun rajulan bil fusuqi wa laa yarmiihi
bil kufri illa irtaddat 'alaihi in lam yakun shaahibuhu kadzalika".
Artinya: "Tidaklah seseorang menuduh kepada orang lain dengan kefasikan
(dosa besar) atau dengan kekufuran, kecuali tuduhan itu kembali kepada penuduh,
jika yang dituduh tidak sesuai dengan tuduhannya" (HR al-Bukhari No 5585
dari Abu Dzarr)
Bagaimana bisa tuduhan
itu kembali kepada pelaku atau penuduh? Syaikh al-Qasthalani menjawab:
"Sebab, jika yang menuduh itu benar, maka orang yang dituduh adalah kafir.
Namun jika penuduh tersebut dusta (karena yang dituduh tidak kafir), maka
penuduh tersebut telah menjadikan iman sebagai kekufuran. Dan barangsiapa yang
menjadikan iman sebagai kekufuran, maka ia telah Kafir. Hal ini sebagaimana
penafsiran al-Bukhari" (Irsyaad as-Saari 'ala Syarh al-Bukhaarii 9/65)
Para Sahabat Tidak
Menuduh Kafir atau Musrik
Atsar shahabi dari Anas juga menyebutkan bahwa:
“Yazid al-Raqqasyi bertanya pada sahabat Anas: Wahai Abu Hamzah. Sesungguhnya
orang-orang bersaksi bahwa kita adalah ‘kufur dan syirik’. Anas berkata:
Merekalah makhluk yang paling jelek” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la al-Mushili,
dalam al-Musnad IV/132)
Begitupula sahabat Jabir
bin Abdillah: “Dari Abu Sufyan: Saya bertanya kepada Jabir yang sedang akan ke
Makkah, ia berada di Bani Fihr; ‘Apakah kamu memanggil dengan sebutan Musyrik
kepada seseorang yang (salat) menghadap ke Qiblat?’ Jabir menjawab: Saya
berlindung kepada Allah. Dia terkejut. Lalu bertanya lagi: ‘Apakah kamu
memanggil dengan sebutan Kafir kepada mereka?’ Jabir menjawab: Tidak!’
(Diriwayatkan oleh Abu Ya’la al-Mushili, dalam al-Musnad IV/207, dengan sanad
yang sahih)
Dua sahabat Rasulullah
ini menolak tuduhan Kafir atau Musrik. Sahabat Anas yang dituduh Kafir, justru
menolaknya. Sementara Sahabat Jabir juga menolak untuk mengatakan Kafir dan
Musyrik kepada umat Islam yang Salat menghadap Ka'bah.
Penutup
Rasulullah Saw
bersabda: "Sesungguhnya yang paling Aku takutkan bagi kalian adalah
seseorang yang membaca al-Quran, sehingga ketika dia terlihat kebesarannya,
pembelaannya untuk Islam, kemudian ia terlepas dan mencampakkannya di
belakangnya, membawa pedang kepada tetangganya dan menuduhnya syirik. Saya
(Khudzaifah) bertanya: Ya Nabiyyallah, siapaka diantaranya yang lebih berhak
pada kesyirikan, yang dituduh ataukah yang menuduh? Rasulullah Saw menjawab:
Yang menuduh" (HR Ibnu Hibban 1/282 dari Khudzaifah, dengan sanad yang
hasan)
Dengan hadis-hadis
diatas, maka menjadi pedoman dakwah kita bersama agar tidak mudah menuduh Kafir
dan Musyrik kepada semua Umat Islam.
Oleh: al Ustadz Muhammad Ma'ruf Khozin (Narasumber Hujjah Aswaja di TV-Sembilan)
setuju banget min.
BalasHapussalam persaudaraan dari KEDIRI