Jumat, 05 Juli 2013

Memahami Tradisi Pesantren dari Novel Santri

Judul: Representasi Tradisi Pesantren dalam Novel Remaja Islami (Kajian Konstruksi Sosial)
Penulis : Faiqotur Rosidah, M.Pd.
Tahun Terbit: September, 2011
Penerbit: Pustaka Radja Jember
Jumlah halaman : ix+168
Peresensi: Yusuf Suharto*


Penelitian tentang kehidupan pesantren senantiasa menarik minat para peneliti. Penelitian ini dalam kaca pandang kontemporer dapat beraneka wujud. Salah satu wujud itu adalah deskripsi dan kisah kehidupan pesantren dalam bentuk karangan fiksi, yakni dalam bentuk novel yang bertutur tentang kehidupan dan karakter kepesantrenan.

Buku yang ditulis Faiqotur Rosidah ini bertujuan mengkaji tradisi pesantren dalam novel-novel remaja berlatar pesantren dengan pendekatan konstruksi sosial. Pendekatan  konstruksi sosial yang digunakan sebagai dasar dalam menganalisis data adalah konstruksi sosial Peter L. Berger dengan tiga tahapan inti, yakni eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.

Buku ini terdiri dari enam bab, yakni (1) Novel, Tradisi Pesantren, dan Pendekatan dalam Studi Sastra; (2) Konstruksi Sosial dan Pesantren; (3) Representasi Tradisi Pesantren dalam Novel Remaja Islami; (4) Konstruksi Sosial Pengarang; (5) Konstruksi Sosial Pembaca; dan (6) Penutup.

Buku yang berasal dari penelitian tesis di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra, Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber data lima novel, yakni Blok I karya Ully,  Diary Hitam Putih  karya Restu RA, Jerawat Santri karya Isma Kazee, Spesies Santri karya Chabib Mustofa, dan  Pangeran Bersarung karya Mahbub Jamaluddin. Sedangkan informan adalah para penulis, pembaca novel yang merupakan para santri.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dokumentasi pustaka, observasi, wawancara, pencatan, dan  perekaman. Data penelitian ini berfokus pada tradisi-tradisi pesantren yang ada dalam novel, dialami santri, dan dikonstruksi oleh pengarang maupun pembaca. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif dan analisis isi.

Paradigma konstruktivis melihat bagaimana suatu realitas sosial dikonstruksikan. Fenomena sosial dipahami sebagai suatu realitas yang telah dikonstruksikan. Proses kontruksi tersebut melalui tiga tahap dan berlangsung terus-menerus. Pada proses eksternalisasi, individu mempengaruhi masyarakat karena ia bagian dari masyarakat. Pada proses internalisasi, masyarakat mempengaruhi individu yang ada di dalamnya. Sedangkan pada proses obyektivasi, individu memaknakan kembali nilai-nilai dalam kelompoknya.

Konstruksi sosial tradisi pesantren terhadap pengarang novel-novel Blok I, Diary Hitam Putih, Jerawat Santri, Spesies Santri, dan Pangeran Bersarung secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut . Pengarang berhadapan dengan suatu kenyataan yang ada dalam masyarakat atau realitas obyektif. Realitas obyektif diri pengarang berbentuk peristiwa-peristiwa, tradisi-tradisi, norma-norma (tata nilai), dan pandangan hidup yang ada dalam masyarakat pesantren, tempat dia nyantri. Realitas objektif berupa tradisi-tradisi pesantren yang terus menerus dieksternalisasikan itu akan diserap atau diinternalisasikan dalam diri pengarang dan ditafsiri secara subjektif oleh pengarang (diobjektivasi) sehingga realitas objektif itu menjadi realitas subjektif pengarang. Selanjutnya pengarang menuliskan pengalamannya dalam sebuah novel dengan menciptakan tokoh-tokoh rekaan. Tokoh-tokoh yang diciptakan merefleksikan pengalaman, harapan, dan pesan-pesan yang ingin dia sampaikan kepada pembaca. Dengan demikian, pengarang mengeksternalisasi pembaca melalui novelnya tersebut. Tentu saja internalisasi tradisi pesantren dalam diri pengarang berbeda antara satu dan yang lain.

Representasi tradisi pesantren dalam novel-novel Blok I, Diary Hitam Putih, Jerawat Santri, Spesies Santri, dan Pangeran Bersarung  berupa 1) Tradisi yang berkaitan dengan kiai /pengasuh/ustadz: a) kepatuhan santri pada kiai/pengasuh/ustadz, b) sebutan untuk kiai/ pengasuh dan keluarganya; 2) Tradisi yang berkaitan dengan sistem pendidikan di pesantren: a) jadwal yang padat, b) pembiasaan membaca Al-Qur’an, c) pengajian kitab kuning, d) pembiasaan menggunakan bahasa Arab, e) pembiasaan hafalan; 3) Tradisi yang berkaitan dengan sesama santri: a) pola pergaulan dan pola berpakaian santri, b) solidaritas sesama santri, c) tradisi mengantri, d) tradisi ghashab; 4) tradisi yang berkaitan dengan asrama: a) sistem satu kamar untuk banyak santri, b) pembiasaan salat jamaah, c) sistem keamanan di asrama, d) takziran, dan tradisi roan.

Mengapresasi, pengajar di Pesantren Darul Ulum Jombang ini ketika mengomentari salah satu novel yang diteliti menyatakan, “….salah satu tujuan Isma menulis novel Jerawat Santri adalah agar tradisi-tradisi pesantren terdokumentasikan dan tidak punah. Ia mengakui bahwa tiap-tiap pesantren memiliki kekhasan tradisi dan tradisi-tradisi tersebut menjadi identitas dari pesantren tersebut. Kekhasan tradisi pesantren inilah yang membedakan pesantren dengan sistem pendidikan lainnya.” (hal. 124).

Konstruksi sosial pengarang terhadap pembaca dapat dijelaskan sebagai berikut.  Eksternalisasi tradisi pesantren yang dilakukan pengarang melalui novelnya, diobjektivasi oleh pembaca. Dalam tahap objektivasi ini, pembaca yang juga santri menghubungkan pengalaman dengan peristiwa yang dialami tokoh dalam novel atau berinteraksi dengan dunia sosio-kultur pesantren yang mereka alami dan yang dikonstruksi oleh pengarang. Selanjutnya, pembaca menginternalisasikan dua dunia tersebut dalam dirinya. Dalam tahap ini pembaca menyamakan, membedakan, serta  menerima ataupun menolak pemikiran pengarang yang berkaitan dengan dunianya. Selanjutnya pembaca menyikapi berbagai tradisi yang berlaku di pesantrennya berdasarkan pertimbangan konstruksi sosial di atas.

Secara teoritis temuan buku ini berimplikasi terhadap penelitian-penelitian sejenis sebelumnya. Temuan ini dapat melengkapi atau memperkuat teori yang sudah ada. Selain itu, temuan dalam penelitian ini berfungsi untuk menambah model pendekatan lain di luar pendekatan sastra yang sudah ada dalam mengupas karya sastra karena selama ini belum ditemukan pendekatan konstruksi sosial dalam kritik sastra.

Dalam buku ini diungkapkan adanya konstruksi sosial tradisi pesantren terhadap pengarang, representasi tradisi pesantren dalam novel berlatar pesantren, dan konstruksi sosial pengarang (melalui novel-novelnya) terhadap pembaca. Hasil temuan dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa konstruksi sosial dalam diri seseorang dipengaruhi oleh latar belakang lingkungannya. Seperti halnya para pengarang dalam novel ini dikonstruksi oleh tradisi pesantren tempat mereka nyantri. Selanjutnya tradisi-tradisi tersebut diekternalisasikannya kepada pembaca dan pembaca mengonstruksi kembali tradisi-tradisi tersebut.

Secara praktis, temuan dalam buku ini berimplikasi pada pemerolehan pemahaman terhadap isi karya sastra populer dari sudut pandang konstruksi sosial. Dengan demikian, temuan dalam penelitian ini dapat membantu mengkaji sastra populer dari sudut pandang yang lain. Selain itu, secara praktis penelitian ini memberikan sumbangan yang membangun dalam pelestarian tradisi pesantren. Dengan penelitian ini, tradisi pesantren semakin dikenal masyarakat.

Walhasil, buku ini berusaha menyuguhkan tradisi pesantren lewat sastra. Karya-karya sejenis berikutnya tentu kita harapkan segera menyusul, agar kehidupan dan tradisi pesantren yang terkenal dengan nilai moderat, toleran, dan damai menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia yang majemuk.


* kontributor NU Online Jombang

SHARE THIS

Author:

Situs Berita Islam Balipapan merupakan situs yang memberitakan tentang dunia Islam dan umat Islam, berbagi informasi dan menyemarakkan dakwah / syiar Islamiyah.

0 komentar: